Laman

Senin, 20 Desember 2010

Percakapan III

Percakapan Dengan Bayangan III (Si Pengfitnah)

”Ingin membenci ku tak bisa

Ingin menyayangi ku tak sanggup

Apa kabar hati? Kok jadi mati rasa gini?”

Jum’at sore, waktu itu ku rasakan perasaan lelah, muak, benci, kesal, jadi satu. Ntah apa yang tlah terjadi yang jelas aku sangat muak dengan permainan hidup. Seperti biasa, sepulang dari sekolah sore itu aku langsung mengambil air wudhu dan solat magrib. Ntah apa yang membuat ku lagi-lagi menitikan air mata ku di sajadah ku. Lama ku duduk berdo’a sampai sampai waktu isya. Lagi-lagi ketika sujud terakhir ku, ku jatuhkan air mata ku dengan derasnya, kali ini ku sadari apa yang tlah membuat ku menangis.

Selesai solat, ku pandangi wajah lemas dan mata sembab setelah menangis ku itu di cermin. Dan lagi-lagi bayangan itu menghampiri ku. Ahh, sebenarnya aku tak ingin bertemu dengannya lagi.

”Wahai sahabat, apa lagi yang terjadi dengan mu?”tanyanya dengan santun.

”Ntah aku ragu dengan ini,”jawab ku dengan nada rendah.

“Ceritakan saja, sapa tau aku bisa membantu mu,”katanya pada ku.

”Apa pantas aku dikatakan seorang penganggu? Yang mengusik hubungan dari mantan ku, pantas kah aku di panggil orang ketiga?”tanya ku sedikit emosi.

”Apa yang tlah kamu lakukan, sehingga hal itu terjadi?”tanyanya pada ku.

”Ntah, aku sendiri bingung. Aku hanya ingin kebenaran dari sebuah perasaan. Aku hanya ingin seseorang berhenti membohongi dirinya sendiri,”jawab ku.

”Lantas? Apa kau berhasil?”tanyanya lagi.

“Tidak sama sekali, dia salah paham, dia malah berfikir aku ingin merebutnya, dia malah berfikit aku ingin menggangunya, dan cukup sampai akhirnya aku mereka panggil ‘orang ketiga’ bahkan ‘setan’,”jawab ku.

“Sungguh tak ada niat lain selain itu?”tanyanya lagi.

”Sungguh, bahkan aku tak memiliki niat untuk melakukan itu. Aku baik-baik saja dengan keadaan ku sekarang. Tapi apa daya, kawan-kawan ku memaksa ku untuk menanyakan hal tersebut, sempat terlintas dalam otak ku ’apa dosa aku menanyakan hal seperti ini padanya?’ tapi kata mereka, aku harus dan ya aku lakukan itu kerena keinginan mereka bukan keinginan ku,” kata ku menjelaskan.

”Tunggu, kamu tau dari mana kalau mereka berkata seperti itu?”tanya bayangan.

”Hem, dari teman-teman ku,”jawab ku.

”Waah, jadi kamu difitnah? Sudah lah, mungkin kamu juga ada salah. Biar Tuhan yang tunjukan siapa yang benar dan siapa yang salah. Aku tau manusia cuek seperti mu bisa menghadapi ini dengan senyuman,”kata bayangan padaku.

”Ya, tapi rasanya tak percaya difitnah terlebih yang melakukan orang yang menyangi mu, ya katanya. Tapi aku tau, cuman sakit rasanya difitnah seperti ini, punya image jelek di mata orang lain, yang tak tau apa yang terjadi sebenarnya,” kata ku.

”Ya cukup diam, dan mendengarkan. Aku tau kamu bukan perempuan lemah seperti mereka di luar sana. Kamu kuat dan kamu cukup tau apa yang harus kamu lakukan. Buka mati hati kamu, lupakan dia,”kata bayangan itu.

”Ya aku tak tau, aku mungkin tampak bodoh meyangi seseorang yang sama sekali ntah menyanyangi ku atau tidak, tapi cukup tau dan ku rasakan perasaan itu, walau tak pernah ku dengar kalimat itu dari bibirnya, tapi ku rasakan hal itu. Aku masih percaya dia menyayangi ku, tapi kenapa? Kenapa dia dengan teganya mengatakan hal itu pada semua orang? Aku ingin membencinya, aku ingin menamparnya, dan mencaci makinya, atas apa yang tlah ia lakukan, tapi cukup tau aku masih sangat menyayanginya,” lagi-lagi air mata ku jatuh sia-sia untuk orang yang tak pantas untuk ku tangisi.

”Hapus air mata mu, kamu cukup bijak menyikapi masalah mu, kamu cukup tau apa yang harus kamu lakukan,”katanya dan menghilang.

Tak sanggup ku paksakan diri untuk membencinya. Walau ku sadari diri ini cukup muak harus trus-trusan ia sakiti. Tapi sungguh, tak sanggup. Tetap saja aku menyayanginya. Biarlah, ku tak ingin menjadi orang yang suka membohongi perasaan ku.

by Miranti

Tidak ada komentar: